Minggu, 04 Juni 2023

Mei yang mengerikan

 Sudah malam lagi. Aku sendiri lagi. Kadang aku suka, kadang juga tidak. Menjadi sendiri sering membuatku bersemangat karena energiku tiba-tiba bertambah, tapi kadang membuatku kesepian juga. Apa aku termasuk orang aneh ya? Punya perasaan yang suka berubah-ubah dan tidak menentu.


Perihal sendiri. Sejak lulus kuliah aku memang memutuskan untuk tinggal sendiri di Jakarta. Mimpiku dari dulu adalah meninggalkan kampung halamanku dengan segala trauma yang ada. Dan sekarang aku benar-benar tinggal di Jakarta. Meninggalkan luka-luka masa lalu itu. Karena itu masa lalu, dan itu adalah luka, maka aku tidak akan membahasnya. Terlalu kejam. Bahkan aku masih berusaha untuk lupa.


“Saya sarankan untuk tetap dioperasi, walaupun hasil biopsi nanti bagus.”


Suara itu sayup terdengar karena aku kehilangan fokus, pusing dan leherku masih sakit. Aku bahkan tidak sadar kalau aku menangis sekeras itu tadi, tapi aku merasakan tangan baik dokter itu memegang kepalan tanganku yang menahan sakit. Sambil menepuk pelan-pelan dokter itu menenangkan ku.


Aku pelan-pelan dibantu bangun dari meja mengerikan itu, bukan meja operasi tapi sama mengerikannya.


“Kamu sekarang umur berapa?”


“28 dok”


“Masih muda banget ya, saran saya tetap dioperasi. Pasien kita banyak juga yang masih muda. Setelah operasi keadaannya membaik dan setelah menikah hormonnya bercampur jadi semakin bagus, cancer nya gak balik lagi."


Aku mengangguk ragu, tidak yakin dengan apa yang dokter bilang. Entah aku benar berani untuk dioperasi, entah aku tidak yakin apakah aku bisa menikah. Tapi dokter percaya bahwa anggukan itu pertanda aku setuju dengan perkataannya.


Aku berjalan di lorong rumah sakit dengan air mata yang terus mengalir, tidak peduli semua orang yang aku lewati melihatku aneh. Toh ini rumah sakit, siapa saja boleh menangis disini.


Aku masih tidak percaya dokter tadi bilang cancer. Karena sebelumnya tidak ada yang benar-benar bilang itu. Sejak awal diagnosa memang arahnya kesana, tapi kepadaku selalu dibilang tidak apa-apa. Mungkin kalimat “tidak apa-apa” dibuat hanya agar aku tenang saja. Setelah hari ini aku baru sadar ternyata aku benar-benar terkena kanker. Sel yang menyeramkan itu ada ditubuhku, tidak tahu sampai kapan aku bisa melawannya, dan entah siapa yang akan menjadi pemenangnya.


***