Jumat, 06 November 2020

Do You Really Love Her?

 Tahun lalu kamu masih sempat bilang ke aku kalau kamu tidak cinta kepadanya setelah tiga tahun pacaran. Bahkan sejak awal kamu bilang bahwa dia yang mengejar cintamu, dan kamu tidak punya rasa apa-apa. Kamu bilang ingin mengakhiri dengannya, tapi kamu menyayangkan hubungan yang bertahun-tahun itu. Kamu juga menyayangkan karena dia pacar pertamamu. Jadi yang kamu sayangkan hanya hubungannya, bukan dia.

Aku sampai detik ini masih ingin percaya kata-kata itu, karena berharap kamu bisa lepas dari dia. Kalimat-kalimat yang kau ucap itu yang membuat aku masih bertahan sendiri dan berharap kamu datang kepadaku. Aku masih ingin percaya yang aku dengar itu benar adanya. Tapi...

Sampai akhir kau tetap bersamanya, kamu tidak ingin pisah karena logikamu bilang hubungan kalian sudah sepanjang itu maka harus tetap bertahan hingga akhir. Kesampingkan logikamu, pernahkah kau tanyakan kepada hatimu? Maukah dia melanjutkan hubungan itu?

Aku harap ini mimpi, aku masih belum ingin percaya bahwa bulan depan kau akan menikahinya. Tapi aku sadar ini nyata. Aku sadar karena setiap malam aku tidak bisa tidur tenang. Sebulan sebelum kau menjadi suami orang, aku hilang kendali. Dua puluh empat jam sehari hanya dikamar, buka netflix, tutup. Buka youtube, tutup. Tidur subuh, bangun siang, kerjaku berantakan, jam makan juga tidak beres. Tidak ada yang benar.

Kembali ke pertanyaanku. Apa kamu sudah mulai cinta dengannya? Apa kamu sudah benar-benar yakin menikah dengan dia? Kalau memang begitu, aku sudah tidak bisa apa-apa lagi. Aku menyerah sekarang. Tidak ada yang perlu aku sesali, semua memang salahku. Aku tidak bisa menyalahkan teman-teman yang selalu melarangku untuk menyatakan perasaan kepadamu. Aku juga tidak bisa menyalahkan waktu yang tidak berpihak kepadaku. Dari awal aku yang salah karena tidak pernah berani jujur pada diri sendiri. Dari awal aku yang salah karena selalu menyangkal perasaanku sendiri dan tidak ingin kamu tahu.

Munafik sekali jika aku berharap kamu bahagia dengan dia. Aku sama sekali tidak rela. Sungguh. Tapi jika memang kamu sudah bahagia, aku harap aku juga segera menemukan bahagiaku. Mari jangan bertemu lagi. Mari jangan berteman lagi. Sulit bagiku melihat wajahmu.

0 komentar:

Posting Komentar