Hati yang kau buat menjadi luka, akibat salah menanggapi rasa.
***
Aku memilih diam ketika pentas drama ini kau cipta. Aku memilih bungkam ketika berkali-kali kau sakiti. Aku memilih menjadi air, agar reda segala perdebatan hebat, yang membara akibat api keegoisanmu.
Kita ini dua anak manusia yang tadinya saling suka, namun tak pandai menyatukan rasa. Hingga kesalahpahaman yang tak habis, membuat kita saling berlomba. Siapa yang lebih mencintai, siapa yang paling berharap akan hubungan ini.
Hingga tanpa sadar kita telah saling menyakiti, saling pamer bahwa kita sedang baik-baik saja, saling berbalas cerita memperlihatkan bahwa sedang bahagia. Padahal aku tak pernah berniat menjatuhkanmu, ketika cerita bersama temanku terlihat lebih menyenangkan, kau saja yang merasa. Padahal kau juga tak kalah penting bagiku. Kau saja yang tak mau dianggap penting.
Hingga kita saling tak mau kalah atas rasa. Kubilang, kau yang lebih dulu membuka pintu. Kau bilang, aku yang lebih mencintaimu. Kubilang, kau yang lebih dulu memberi tanda. Kau bilang, aku yang mengejar-ngejar cinta.
Aku tak ingin kita saling memberi luka. Aku tidak seharusnya bertanya sesuatu yang tak ingin aku ketahui. Jadi, bagaimana bisa kau berpura-pura menjadi satu-satunya hati yang tersakiti? Sedangkan kau tahu sendiri akulah yang kau tusuk dengan belati tepat dihati.
Diamku sepertinya tak berarti apa-apa, malah membuatmu lebih leluasa menjadikannya bahan bercanda. Menganggap aku kalah dan menyerah, mengira aku patah dalam resah. Kau salah. Aku hanya tak ingin menambah gaduh, berdebat denganmu bukanlah tujuanku mencintaimu.
Mba, rilis buku gih, aku mau beli.
BalasHapusdoain aja yaa secepatnya aamiin, wkwk
HapusKu juga ingin baca bukumu mba'
BalasHapushaha masih belajar aku mah, tunggu aja kalo emang dikasih kesempatan punya buku sendiri. aamiin
Hapus