Karena kita hanyalah teman, banyak rasa yang tak mungkin aku utarakan. Banyak rindu yang tak bisa aku sampaikan. Tapi selalu banyak doa yang aku kirimkan.
Cerita tentangmu selalu menjadi yang paling ku suka, jauh sebelum kau dengannya. Maksudku, aku yang lebih dulu, mengapa dia yang mendapatkanmu?
Kau tahu ada yang lebih perih dari patah hati? Jatuh cinta tapi tak sanggup mengungkapkannya. Sadar bahwa tak bisa memiliki, tapi masih saja menanti. Mencoba pergi tapi hati tetap pada inginnya, tak rela jika berhenti berjuang begitu saja.
Aku tak mau jadi teman saja, aku mau jadi semuanya. Menjadi muara semua cerita. Menjadi rumah ketika kau lelah. Menjadi pendengar keluhmu dengan sabar. Menjadi teman disetiap perjalanan. Dan menjadi wanita yang memberimu bayi-bayi lucu.
Memang, tahun-tahunku bahagia hanya dengan menyimpan namamu dalam-dalam, hingga tak ada celah untuk kau tahu. Dan aku tak mengerti mengapa cinta denganmu bisa se-ikhlas itu.
Cinta memang hebat, aku yang tidak.
***
Kita berproses bersama, lalu prosesmu lebih cepat ternyata. Kau senang, tentu. Akupun ikut bahagia, dan juga takut dalam waktu yang sama. Takut kau menjadi lebih sulit untuk aku gapai.
Disetiap percakapan kita, aku tahu kau hanya bercanda. Tapi aku menanggapi setiap kata itu dengan sepenuh hati, itulah mengapa aku merasa sedih sendiri. Hatiku berharap bisa kau seriusi. Hatiku mendamba bahagia yang kekal abadi. Karena disetiap rotasi Bumi, doaku yang meminta namamu tak akan pernah henti.
Kadang aku terpikir, apakah ternyata kita saling menunggu, hanya saja tak saling tahu? Apa mungkin kita saling cinta, tapi saling memendam pula? Demi apa? Adakah demi pertemanan ini tetap terjaga?
Lantas karena kebodohan yang pengecut ini, haruskah kau berakhir dengannya?
***
Jika nanti kau temukan tulisanku dimana pun itu. Kamu harus tahu, pada setiap cerita yang ada, tercipta karena kau yang memberi rasa.
Kau tahu ada yang lebih perih dari patah hati? Jatuh cinta tapi tak sanggup mengungkapkannya. Sadar bahwa tak bisa memiliki, tapi masih saja menanti. Mencoba pergi tapi hati tetap pada inginnya, tak rela jika berhenti berjuang begitu saja.
Aku tak mau jadi teman saja, aku mau jadi semuanya. Menjadi muara semua cerita. Menjadi rumah ketika kau lelah. Menjadi pendengar keluhmu dengan sabar. Menjadi teman disetiap perjalanan. Dan menjadi wanita yang memberimu bayi-bayi lucu.
Memang, tahun-tahunku bahagia hanya dengan menyimpan namamu dalam-dalam, hingga tak ada celah untuk kau tahu. Dan aku tak mengerti mengapa cinta denganmu bisa se-ikhlas itu.
Cinta memang hebat, aku yang tidak.
***
Kita berproses bersama, lalu prosesmu lebih cepat ternyata. Kau senang, tentu. Akupun ikut bahagia, dan juga takut dalam waktu yang sama. Takut kau menjadi lebih sulit untuk aku gapai.
Disetiap percakapan kita, aku tahu kau hanya bercanda. Tapi aku menanggapi setiap kata itu dengan sepenuh hati, itulah mengapa aku merasa sedih sendiri. Hatiku berharap bisa kau seriusi. Hatiku mendamba bahagia yang kekal abadi. Karena disetiap rotasi Bumi, doaku yang meminta namamu tak akan pernah henti.
Kadang aku terpikir, apakah ternyata kita saling menunggu, hanya saja tak saling tahu? Apa mungkin kita saling cinta, tapi saling memendam pula? Demi apa? Adakah demi pertemanan ini tetap terjaga?
Lantas karena kebodohan yang pengecut ini, haruskah kau berakhir dengannya?
***
Jika nanti kau temukan tulisanku dimana pun itu. Kamu harus tahu, pada setiap cerita yang ada, tercipta karena kau yang memberi rasa.