Jumat, 26 Oktober 2018

Tidak Hebat

Karena kita hanyalah teman, banyak rasa yang tak mungkin aku utarakan. Banyak rindu yang tak bisa aku sampaikan. Tapi selalu banyak doa yang aku kirimkan.

Cerita tentangmu selalu menjadi yang paling ku suka, jauh sebelum kau dengannya. Maksudku, aku yang lebih dulu, mengapa dia yang mendapatkanmu?

Kau tahu ada yang lebih perih dari patah hati? Jatuh cinta tapi tak sanggup mengungkapkannya. Sadar bahwa tak bisa memiliki, tapi masih saja menanti. Mencoba pergi tapi hati tetap pada inginnya, tak rela jika berhenti berjuang begitu saja.

Aku tak mau jadi teman saja, aku mau jadi semuanya. Menjadi muara semua cerita. Menjadi rumah ketika kau lelah. Menjadi pendengar keluhmu dengan sabar. Menjadi teman disetiap perjalanan. Dan menjadi wanita yang memberimu bayi-bayi lucu.

Memang, tahun-tahunku bahagia hanya dengan menyimpan namamu dalam-dalam, hingga tak ada celah untuk kau tahu. Dan aku tak mengerti mengapa cinta denganmu bisa se-ikhlas itu.

Cinta memang hebat, aku yang tidak.

***

Kita berproses bersama, lalu prosesmu lebih cepat ternyata. Kau senang, tentu. Akupun ikut bahagia, dan juga takut dalam waktu yang sama. Takut kau menjadi lebih sulit untuk aku gapai.

Disetiap percakapan kita, aku tahu kau hanya bercanda. Tapi aku menanggapi setiap kata itu dengan sepenuh hati, itulah mengapa aku merasa sedih sendiri. Hatiku berharap bisa kau seriusi. Hatiku mendamba bahagia yang kekal abadi. Karena disetiap rotasi Bumi, doaku yang meminta namamu tak akan pernah henti.

Kadang aku terpikir, apakah ternyata kita saling menunggu, hanya saja tak saling tahu? Apa mungkin kita saling cinta, tapi saling memendam pula? Demi apa? Adakah demi pertemanan ini tetap terjaga?

Lantas karena kebodohan yang pengecut ini, haruskah kau berakhir dengannya?

***

Jika nanti kau temukan tulisanku dimana pun itu. Kamu harus tahu, pada setiap cerita yang ada, tercipta karena kau yang memberi rasa.

Sabtu, 20 Oktober 2018

Apa Kita Berbeda?

Jangan berbicara debat denganku, aku akan kalah, aku tahu itu. Berdebat bukanlah keahlianku, apalagi bila itu denganmu. Jangan menambah rusuh atas hubungan yang hampir runtuh, akibat kegagalan memahami hati.

Bila kau rasa aku semakin jauh, mungkin kau bisa intropeksi diri. Aku bukannya membenci, hanya saja tak bisa hidup dalam dengki, membagi-bagi kasta dan hanya bergabung dengan yang ku-maui saja. Tidak seperti itu.

Bukankah hidup lebih nikmat jika kita mau bergaul dengan siapa saja? Tanpa memberi beda kepada mereka. Bagaimana bisa kau tahu kelas mereka, jika kau sendiri tidak tahu kelasmu dimana. Seberapa besar hak mu untuk mengelompokan mereka? Meng-onggok mereka layaknnya daging yang kau beli di pusat belanja. Dan memberi label dengan harga yang berbeda-beda.

Seleksi alam memang meyisakan yang hebat saja, tapi dimata Tuhan kita semua sama.

Mereka itu manusia, bukan se-onggok daging yang tak punya nyawa. Mereka punya hati, yang tak mestinya kau sakiti. Jadi, jangan sampai kita saling benci. Dan Jangan benci aku, karena aku tidak membenci siapapun.


***

Note:

Pagi ketika bangun tidur lalu cek hape, baca chat dari adik ternyata isinya curhat kalo dia punya teman yang suka pilih-pilih kalau berteman. Jadi dia memilih menjauhi temannya yang satu itu, karena tidak mau ikut-ikutan membatasi pertemanan, karena dia ingin berteman dengan siapa saja katanya. Kemudian temannya merasa dijauhi olehnya, dan membuat sajak ditujukan kepadanya yang ditulis pada caption postingan instagram. Adikku mengcapture caption itu dan mengirim kepadaku, katanya, "cak, tolong bikin tulisan untuk balas caption ini dong". Dan jadilah tulisan diatas. Yaaah, semoga cepat selesai masalah pertemanan kalian yaa @asyifaa_a.

Minggu, 14 Oktober 2018

Untuk Tetap Tinggal

Biar rinduku menjadi senyap pada hatimu yang beku. Biar cintaku menjadi abu pada kayu yang terbakar pilu. Agar kamu tahu, bertahanku tak semudah pergimu.

***

Kenangan itu masih ada meski hujan sudah lama reda. Kau berjarak kurang dari tigapuluh senti tepat dikiri. Dan aku, berharap dalam hati, saat itu juga waktu berhenti.

Menjadi bagian dari rencana masa depanmu, mungkin bagiku cuma mimpi. Mimpi tengah hari. Dan jika kamu meminta aku untuk meyakinkanmu, jelas saja itu bukan kuasa ku.
Hatimu kau yang punya, kamu harus bisa yakinkan dirimu sendiri. Karena urusanku adalah meyakinkan hatiku, ketika aku telah yakin untuk memilihmu, dan kamu tidak, Apa aku yang bertanggung jawab meyakinkanmu agar kau juga memilihku? Se-egois itukah kau?

Jangan membuat kekuranganku menjadi alasan untuk kau pergi, karena aku tak pernah menjadikan kekuranganmu sebagai alasan untuk berhenti mencintai. Dan jangan pergi sebab aku tak sanggup memberi alasan mengapa kau harus tetap tinggal.

Aku bukan wanita yang selalu bisa membuat senyummu cerah merekah, tapi percayalah, denganku kau tak akan patah. Karena aku adalah pemaaf yang tak kenal lelah, meski kau adalah pemberi luka yang tak pernah merasa bersalah.

Andai kau memperjuangkanku seperti aku berjuang untukmu, maka saat itu kau harus tahu bahwa kau telah menahanku untuk tak meninggalkanmu. Karena cinta itu melibatkan dua hati, maka aku tak akan biarkan kau berjuang sendiri. Tapi jika berkabar saja sudah membuatmu repot, maka itu sudah cukup membuatku tahu perasaanmu.

Setidaknya kini aku tahu, mana cinta yang pantas dituju dan mana rindu yang hanya menghabiskan waktu.

Selasa, 09 Oktober 2018

Dalam Diam

Hati yang kau buat menjadi luka, akibat salah menanggapi rasa.

***

Aku memilih diam ketika pentas drama ini kau cipta. Aku memilih bungkam ketika berkali-kali kau sakiti. Aku memilih menjadi air, agar reda segala perdebatan hebat, yang membara akibat api keegoisanmu.

Kita ini dua anak manusia yang tadinya saling suka, namun tak pandai menyatukan rasa. Hingga kesalahpahaman yang tak habis, membuat kita saling berlomba. Siapa yang lebih mencintai, siapa yang paling berharap akan hubungan ini.

Hingga tanpa sadar kita telah saling menyakiti, saling pamer bahwa kita sedang baik-baik saja, saling berbalas cerita memperlihatkan bahwa sedang bahagia. Padahal aku tak pernah berniat menjatuhkanmu, ketika cerita bersama temanku terlihat lebih menyenangkan, kau saja yang merasa. Padahal kau juga tak kalah penting bagiku. Kau saja yang tak mau dianggap penting.

Hingga kita saling tak mau kalah atas rasa. Kubilang, kau yang lebih dulu membuka pintu. Kau bilang, aku yang lebih mencintaimu. Kubilang, kau yang lebih dulu memberi tanda. Kau bilang, aku yang mengejar-ngejar cinta. 

Aku tak ingin kita saling memberi luka. Aku tidak seharusnya bertanya sesuatu yang tak ingin aku ketahui. Jadi, bagaimana bisa kau berpura-pura menjadi satu-satunya hati yang tersakiti? Sedangkan kau tahu sendiri akulah yang kau tusuk dengan belati tepat dihati.

Diamku sepertinya tak berarti apa-apa, malah membuatmu lebih leluasa menjadikannya bahan bercanda. Menganggap aku kalah dan menyerah, mengira aku patah dalam resah. Kau salah. Aku hanya tak ingin menambah gaduh, berdebat denganmu bukanlah tujuanku mencintaimu.