Kamis, 06 September 2018

KALAH

Seharusnya dari awal aku sadar, bahwa debaran ini aku sendiri yang merasa, bahwa kau punya seseorang yang kau tunggu disana. Bukan aku. Lalu jatuhku terlalu sempurna, hingga patah yang berkeping ini aku rasa biasa saja. Terlalu biasa.

Kita dekat, tapi bukan pada hati. Hanya raga saja.
Aku bergetar setiap kau mendekat, aku gemetar setiap kau tersenyum pada ponselmu. Entah siapa dia, wanita yang kau tunggu, aku iri padanya

Hatiku tidaklah mudah diluluhkan, kau coba saja kalau bisa. Tapi, jika dia sudah memilih untuk jatuh, kau paksa berhenti pun dia tak akan rela.

Setiap kamu yang kau sebut, aku ingin tahu wanita beruntung itu. Sebab aku merasa tak sepenting itu untuk ada di pikiranmu.

Aku butuh tau apa arti aku dihatimu, entah akan membuat hati dan hariku cerah, atau mungkin tambah patah lebih parah. Apapun itu, yang pasti senyumku akan tetap merekah.

Maafkan aku yang sudah berani mencintaimu, rasa tak pantas ada, seringkali menghakimi hati. Maafkan aku membawa-bawa namamu pada setiap doaku. Mungkin kau tak mau, karena kau juga sedang memperjuangkan yang kau tunggu. Sebelum Tuhan meng-iyakan doamu, aku selalu berharap segera dapat meyakinkan Tuhan bahwa jodohmu adalah aku. Maafkan aku.

Aku ingin menjadi tidak peduli seperti yang biasa kau lakukan, tapi tetap saja tidak bisa ketika kau mulai pesan singkat itu. Aku masih saja membalas seperti orang bodoh yang memberi perhatian lebih kepadamu, sedang perhatianku hanya berbalas centang biru darimu, setelah kau terima apa yang kau mau.

Tak mengerti bagaimana cara kerja logikaku, yang selalu saja kalah oleh hati yang tak pernah membalas keras, selalu mengalah. Hatiku yang selalu kalah melawan egomu. Hatimu yang tak pernah percaya bahwa aku telah sempurna jatuh kepadanya. Hatimu yang selalu membatu melawan aku, dan seluruh kamu yang selalu menjadikan aku bercandaanmu.

Kau adalah manusia yang tak pernah kuduga bahwa aku bisa melukis wajahmu dihatiku, meski kau masih saja beranggap aku tak pantas didekatmu, meski kau merasa bisa dapat yang lebih dari aku. Aku tak keberatan dengan itu, semuanya juga sepeti itu, yang lalu-lalu.

Hati yang seperti ini, aku bisa anggap anugerah atau musibah? Selalu hangat, memberi maaf tanpa batas, hingga sering kandas tanpa dibalas. 

0 komentar:

Posting Komentar