Senin, 24 September 2018

Melepas

Hai, Selamat Sore. Hari ini cerah, semoga hatimu juga.

***

Kepada hati yang sering terluka, semoga segera sembuh dan bertumbuh. Kepada hati yang sering tersakiti, semoga segera menemukan penawar dan terobati. Kepada hati yang dipaksa mati sebelum mencoba indahnya rasa yang dibalas tuntas, semoga besok kau temukan bahagiamu. 

Aku memilih pergi dan mengalah bukan karena aku berhenti mencintaimu, tapi semakin aku bertahan, semakin tak aku cintai diriku.

Kau dengan ikhlas aku lepas, kemana pun hatimu ingin melandas. Hatimu sepenuhnya milikmu, hidupmu seutuhnya ditanganmu.

Ternyata aku keliru, pada setiap tanda yang kau buat diceritamu, yang selalu jadi deretan pertama di linimasa-ku. "Kamu" yang menjadi subyek diceritamu, ku kira aku. Bodoh memang. Setelah kebenaran yang kau tunjukan, satu-satunya usaha yang dapat meredam rasa adalah berhenti mengikuti ceritamu, mengubur rasa ingin tahu yang tinggi ini, agar aku tak perlu patah hati lagi, ketika menemukan kenyataan kau lebih bahagia jika bukan dengan aku. Tak apa, biarlah kau dengannya saja. Kita akan sama-sama lihat, siapa yang bertahan lebih lama.

Awalnya, aku ingin mencintaimu dengan utuh tanpa harus terbagi lagi, tapi aku tak mau memberimu penuh jika kau hanya beri aku separuh.

Aku mulai merasa ini menjadi aneh, ketika kita lebih banyak diam bila ditinggal berdua. Aku bukan wanita yang bisa mencairkan suasana, jika hatiku tiba-tiba menerima debar yang tak biasa. Aku bukan wanita yang banyak bercerita, karena aku tak pernah sanggup menatapmu dimata.

Hanya diam, saling menerka, meresapi suara jiwa.

Entah aku yang bertambah dewasa, atau air mataku yang sudah tidak ada. Sekarang, patah hati terasa seperti vitamin yang harus ku minum setiap hari. Tanpanya, hidup malah terasa tak ada warna.

Aku tak ingin menangis karenamu, sebab aku tak tega jika setiap air mataku membuat langkahmu dikutuk semesta.

Selamat berbahagia. . . Semoga aku juga. . .


Minggu, 16 September 2018

Lebih dari Tabah

Selamat malam semesta, kau tahu aku sedang tidak baik-baik saja. Mencoba berlari dari kenyataan yang hatiku tak terima. Mencoba menghilang dari hiruk-pikuknya dunia. Sendiri ini memang sedang aku nikmati, meski sebenarnya akhir pekan ini teman-teman menawariku untuk bertemu agar hilang gundah dihati. Tapi, aku masihlah aku yang dulu, yang suka menyendiri bila hatinya sedang dikecewakan. Untuk teman-temanku yang kusayang, selamat ber-akhir pekan, selamat bersenang-senang. 

***

Dan untukku; duka juga bagian dari hidup, berilah ruang untuknya. Jangan buru-buru lari, nikmatilah dulu patah hati. Ia akan mengajarkanmu banyak hal, hal yang tak kau temukan di pelajaran sekolah manapun. Dan hingga detik ini, aku belajar kuat agar tak selalu jadi bercandaanmu.

Aku seringkali mewanti-wanti hatiku, yang kadang sembarang memupuk rasa. Aku bilang, kalau suka ya cukup suka saja, jangan sampai cinta. Tapi ternyata hatiku membangkang juga, dia sempurna jatuh cinta. Cinta yang dari awal seharusnya memang tak ada, sekarang menggelapkan hari-hariku karena telah salah mencintainya. Dan kini, yang ku sayangkan adalah aku harus mundur sebelum berjuang. Mengapa? Karena cemburu yang tak berkesudahan ini, sedetik saja tak dapat aku redam. Padahal, cinta bertahun-pun sanggup aku sembunyikan.

Aku tidak percaya diri, apalagi denganmu. Sebab, aku hanyalah wanita biasa yang tidak bisa apa-apa kecuali memperjuangkanmu di-sepertiga malamku. Meski kau memperjuangkannya di-sepertiga malammu. Tak apa, biarlah begitu, aku tak masalah, hatiku ini sudah lebih dari tabah, sebab aku diajarkan bahwa apapun yang ku mau dalam hidup, doa jangan pernah putus, jangan pernah henti. Hingga semesta tahu bahwa orang yang paling tidak beruntung ini adalah orang yang paling gigih berjuang.

Selasa, 11 September 2018

AKU YANG SELALU SALAH

Aku tak mengerti ketika kau bilang "enak banget hidup lu". Sungguh kalimat itu membuatku berpikir keras, bagian hidupku yang mana yang kau bilang enak? Atau kau mau merasa jadi aku? Boleh, aku izinkan kau untuk bertukar posisi denganku, jika kau mau. Agar kau tau, bagaimana menjadi aku.
Kemudian lagi, sifat sarkas mu itu, bisakah tidak begitu bila denganku? Kau tahu aku bisa memaafkanmu karena rasa dihatiku benar ada untukmu, bukan hanya sekedar tulisan yang tidak pernah kau baca ini.

Aku tak mengerti cara mendekatkan diri, jadi ajaklah aku bersamamu. Jika duniaku yang hari ini tak kau suka, maka perkenalkan duniamu padaku, barangkali aku bisa suka. Agar kita bisa jalan berdampingan, bergandengan.

Jika aku salah, maka apa yang  benar, ajarilah.
Jika aku keliru, maka beritahulah aku.
Jangan mencari yang baru lalu meninggalkan aku dalam sesat.
Jangan biarkan aku selamanya membatu.

Aku paham bahwa menyatukan dua kehidupan yang berbeda adalah tak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Namun jika kita memilih untuk sama-sama mundur, setidaknya izinkan aku sekali saja untuk terlihat benar dimatamu. Karena aku yang kau anggap selalu salah ini sudah berusaha menjadi baik untukmu.

***

Kemudian...

Terimakasih untuk pengabaian yang kau berikan kepada hati yang sudah rapuh ini, mungkin dari awal kau memang tak pernah ingin memperjuangkan, mungkin dari awal aku memang berjuang sendirian. lalu perhatian yang selama ini kuterima mentah-mentah, tanpa berpikir itu hanyalah harapan kosong yang berakhir dengan aku sebagai yang patah.

Jika kau merasa sehebat itu untuk menjadi orang yang mendampingiku. Jika kau merasa aku serendah itu untuk berjalan bergandengan dengan mu. Aku benci kau.

Kau bohong ketika bilang ada yang memperjuangkanmu lebih dari aku. Buktinya aku selalu melihatmu dengan raut luka ketika berdebat dengannya. Pantaskah aku menenangkanmu saat itu?

Maaf aku harus pergi dan berpindah, dari hati yang menganggap perjuanganku adalah salah. Berbahagialah. Aku pamit. Setelah ini tak ada lagi aku sebagai pengganggu hidupmu.

Kamis, 06 September 2018

KALAH

Seharusnya dari awal aku sadar, bahwa debaran ini aku sendiri yang merasa, bahwa kau punya seseorang yang kau tunggu disana. Bukan aku. Lalu jatuhku terlalu sempurna, hingga patah yang berkeping ini aku rasa biasa saja. Terlalu biasa.

Kita dekat, tapi bukan pada hati. Hanya raga saja.
Aku bergetar setiap kau mendekat, aku gemetar setiap kau tersenyum pada ponselmu. Entah siapa dia, wanita yang kau tunggu, aku iri padanya

Hatiku tidaklah mudah diluluhkan, kau coba saja kalau bisa. Tapi, jika dia sudah memilih untuk jatuh, kau paksa berhenti pun dia tak akan rela.

Setiap kamu yang kau sebut, aku ingin tahu wanita beruntung itu. Sebab aku merasa tak sepenting itu untuk ada di pikiranmu.

Aku butuh tau apa arti aku dihatimu, entah akan membuat hati dan hariku cerah, atau mungkin tambah patah lebih parah. Apapun itu, yang pasti senyumku akan tetap merekah.

Maafkan aku yang sudah berani mencintaimu, rasa tak pantas ada, seringkali menghakimi hati. Maafkan aku membawa-bawa namamu pada setiap doaku. Mungkin kau tak mau, karena kau juga sedang memperjuangkan yang kau tunggu. Sebelum Tuhan meng-iyakan doamu, aku selalu berharap segera dapat meyakinkan Tuhan bahwa jodohmu adalah aku. Maafkan aku.

Aku ingin menjadi tidak peduli seperti yang biasa kau lakukan, tapi tetap saja tidak bisa ketika kau mulai pesan singkat itu. Aku masih saja membalas seperti orang bodoh yang memberi perhatian lebih kepadamu, sedang perhatianku hanya berbalas centang biru darimu, setelah kau terima apa yang kau mau.

Tak mengerti bagaimana cara kerja logikaku, yang selalu saja kalah oleh hati yang tak pernah membalas keras, selalu mengalah. Hatiku yang selalu kalah melawan egomu. Hatimu yang tak pernah percaya bahwa aku telah sempurna jatuh kepadanya. Hatimu yang selalu membatu melawan aku, dan seluruh kamu yang selalu menjadikan aku bercandaanmu.

Kau adalah manusia yang tak pernah kuduga bahwa aku bisa melukis wajahmu dihatiku, meski kau masih saja beranggap aku tak pantas didekatmu, meski kau merasa bisa dapat yang lebih dari aku. Aku tak keberatan dengan itu, semuanya juga sepeti itu, yang lalu-lalu.

Hati yang seperti ini, aku bisa anggap anugerah atau musibah? Selalu hangat, memberi maaf tanpa batas, hingga sering kandas tanpa dibalas. 

Selasa, 04 September 2018

JATUH

Kau adalah orang asing yang takdir pertemukan dengan aku. Aku tak menolak takdir itu, ia terus mengalir sesuai aturannya. Kemudian aku terus mengikuti alirannya, hingga aku sampai pada muara yang membawa hatiku terseret jauh kedalam tajam matamu. Kau adalah sosok yang tak pernah aku bayangkan, bahkan saat pertama bertemu, aku tak pernah berfikir akan terjatuh kepadamu.

Hingga pada saat ini, aku tak mengerti dari mana rasa ini berawal, mugkin karena perlakuanmu yang kadang-kadang membuatku merasa istimewa. Padahal bagimu aku tidaklah se-istimewa itu. Karena ketika ku tersadar, baikmu bukan hanya kepadaku, kepada wanita lain-pun juga begitu. Aku merasa tertipu, bukan oleh mu tapi oleh ekspektasi yang kubuat sendiri.

Maafkan aku karena telah lancang membawa-bawa namamu disetiap doa malamku, disetiap sujud yang aku renungkan, disetiap harapan yang aku semogakan. Mungkin diluar sana ada sebuah nama yang telah lama engkau tunggu, yang mengenalmu lebih dulu dari aku. Berdoalah selalu, untuk siapa dan apa saja yang engkau juga semogakan, karena apa yang engkau semogakan akan selalu aku aamiinkan.

Meski pada akhirnya hatimu tak dapat aku luluhkan, meski bagimu dia adalah wanita yang lebih dari teman. Berjuanglah dalam doa kepada Tuhan, yakinkan Dia bahwa wanita itu benar-benar ditakdirkan untukmu sejak dalam kandungan. Sebelum aku berhasil meyakinkan Tuhan, bahwa untukku-lah kau diciptakan.

Lalu dengan hatiku? Tak usah risau, hatiku terbiasa menerima pengabaian berkali-kali, bahkan lebih dari ini. Bukan aku tak mau berjuang untukmu, sesekali aku juga ingin menjadi pihak yang diperjuangkan. Aku selalu meyakinkan diri bahwa jika kau ingin bersamaku, kau akan lakukan. Maka jika hari ini kau tidak bersamaku, artinya kau sedang tak ingin denganku.

Aku cukup tahu diri untuk tak meminta hatimu dengan paksa, karena aku juga orang yang tak suka dipaksa.  Karena cinta tidaklah harus menjadi egois, karena aku sepenuhnya sadar bahwa hatiku bukannya kau curi, tapi ia dengan sengaja menyerahkan diri.