Sabtu, 24 November 2018

Melangkah

Aku saja tidak ku perbolehkan egois pada diriku sendiri. Lantas mengapa mereka harus egois atas diriku?

***

Mengapa rayuanmu kau beri ketika aku memilih pergi? Tak pantaskah aku menerimanya ketika kita masih bersama? Mengapa kau gigih mempertahankanku ketika aku bersama yang baru? Selama ini, telahkah kau jaga aku?

Apalagi yang harus di bicarakan? Sudahlah. Aku ingin dilepaskan. Aku adalah orang yang tak mudah di patahkan ketika aku sudah membuat keputusan.

Pesanku satu. Jika nanti kau punya yang baru, jika kau rasa dia penting bagimu, jagalah dia dengan baik, berikan apa yang bisa kau berikan selagi dia bersamamu. Karena jika dia sudah hilang, maka akan sulit untuk pulang.

Jumat, 16 November 2018

Temukan Pulangmu

Jangan tuduh aku sama dengan yang lain, yang hanya mampir sebentar lalu pergi menjauh. Aku sudah berjuang sewarasku untuk menjadi yang kau ingin, kaulah yang tak butuh aku dengan penuh. Kau yang membuat aku pergi, sebab aku punya hati untuk menyadari bahwa aku bukan yang kau hendaki.

Telah ku sediakan rumah paling nyaman untuk kau pulang. Yang ku isi dengan kehangatan hati dan pelukan. Tapi kau tetap saja hengkang, mengembara menemukan wanita yang tanpa ada kurang. Dan disini aku wanita yang penuh kelemahan, dengan senang hati kau tinggalkan.

Menurutmu, haruskah aku mengurai tangis untuk mencuri hatimu yang sadis? Haruskah aku meringis atas cinta yang seharusnya manis? Maaf saja, tak sebodoh itu juga aku dalam mencinta. Logika ku masih dengan sangat baik berfungsi, mengemis atas cinta yang tak pernah ada adalah kebodohan diri yang hakiki.

Tak ada yang suka di jadikan pilihan, apalagi tentang hati dan ikatan. Ketika berjuang ku tak pernah dapat balasan. Ketika menyerahku kau bilang keputus asaan. Disitulah kau benar-benar tak punya perasaan.

Maka sekali lagi aku tegaskan, bahwa aku pernah benar-benar cinta, aku pernah benar-benar berjuang. Tapi kau pasti sangat paham bahwa berjuang sendirian itu melelahkan, dan sangat menyebalkan. Maka kali ini, aku benar-benar melepaskan.

Terbanglah, temukan rumah untuk pulang yang kau impikan. Sebab akupun juga akan. Karena segala yang pernah melewatkan, tak akan ada lagi kesempatan. Karena yang diperjuangkan, seharusnya masa depan.

Jumat, 09 November 2018

Untuk yang ku sayang

Sore menua, senja menjelang. Dan akhirnya kegelapan malam yang biru menyelimuti halaman.

***

Melangkah dan berpindah, yang kulakukan hanyalah bersiap untuk kesekian kalinya merasakan patah. Tak apa, setidaknya tak melulu meratapi masa lalu.

Untuk diriku sendiri, terima kasih karena telah bertahan sejauh ini. Aku tahu dalamnya trauma yang kau alami selama ini.

Untuk diriku sendiri, terima kasih karena tidak menyerah dalam berjuang. Aku tahu banyak kepedihan yang kau tinggalkan dibelakang.

Untuk diriku sendiri, terima kasih karena tidak meninggalkan aku sendirian. Aku tahu betapa rumit pergelutan batin yang kau lawan. Aku tahu, banyak ketakutan yang kau coba hilangkan. Dan aku tahu, banyak perasaan yang kau coba bunuh perlahan.

Untuk yang ku sayang, diriku sendiri. Maaf selama ini kau harus terlalu sering mengalah walau tak salah. Maaf karena terlalu memaksamu tegar dan bersabar atas semua duka dan luka yang melebar. 

Untuk yang ku sayang, diriku sendiri. Maaf atas ketidaksempurnaan ku ini. Maaf kau harus menerima penolakan yang bertubi-tubi. Maaf karena kau harus selalu bungkam ketika dihina oleh mereka yang mengaku saudara se-ranji.

Untuk diriku sendiri, setelah ini kau harus jujur pada dirimu. Kau boleh mengabaikan apa yang tak kau suka, meski dahulu kau selalu dipaksa melakukannya. Kau boleh pergi kemanapun kau mau, meski selama ini kau tak pernah benar-benar pergi dari lukamu.

Untuk diriku sendiri, aku berharap kau tidak lupa cara bahagia. Meski aku tahu, kau pasti susah payah mengingatnya. Sebab kau benar-benar ragu, apakah seumur hidupmu kau pernah merasakan bahagia sesungguhnya.

Terima kasih semesta. Karena telah mengambil segala yang kau ambil, telah memberi segala yang kau beri.

Terima kasih patah hati, karenamu aku bisa menjadi manusia sekuat ini.

Jumat, 02 November 2018

Jangan lagi

Jangan lagi buatku bingung. Kau bisa pergi dan biarkan luka ini aku yang tanggung. Atau kau bisa menetap berbagi kenang dengan cintaku yang menggunung.

Jangan lagi buatku bingung. Kau tak perlu memberiku jatah cemilan soremu. Tanpa bilang apa-apa lalu kau pulang begitu saja. Jangan lagi lakukan hal-hal yang mestinya dilakukan orang berpasangan. Terlalu manis untuk ku terima dengan perasaan biasa saja. Namun terlalu kecewa jika niatmu bukan karena apa-apa. 

Jangan lagi buatku bingung. Kau, mengapa selalu bahagia ketika aku sedang kecewa? Menerka-nerka kau ini sebenarnya apa? Senangkah melihatku kehilangan arah? Sebangga itukah menertawakanku yang kau hina mentah-mentah? Aku sedang dikejar-kejar masalah, dan kau malah berulah.

Tidak. Tidak bisa begini terus. Kau selalu berubah-ubah. Hal-hal kecil yang kau lakukan kepadaku, membuat aku makin tak bisa melupa. Padahal dengan sadar aku tahu dihatimu hanya ada dia. Di layar ponselmu hanya ada potretnya. Dia yang kau jadikan wanita idola. Namanya yang pada chat WhatsAppmu selalu menjadi baris pertama.

Seketika, aku merasa menjadi manusia tak berguna ketika kau bilang aku hanyalah beban. Setelah itu, jangan berani lagi kau bilang kasihan. Aku sama sekali tak ingin dikasihani, jika tak berniat kau beri hati. Dan jangan khawatir, kau berbahagialah saja. Urusan patah hati biar aku yang terima.

***

Aku harus pergi. Tidak sanggup lagi jatuh cinta sendiri. Tidak sanggup lagi menerima kecewa bertubi-tubi. Membiarkanmu membuatku merasa separuh. Menghancurkan mimpi yang seharusnya utuh.

Aku harus pergi, dari cinta yang menyakiti diri. Jatuh cinta harusnya membuat bahagia, bukan malah memelihara lara. Jika hanya ada duka, tentu aku telah salah dalam mencinta.

Mungkin, sesekali menjadi tega juga harus kucoba.

Jumat, 26 Oktober 2018

Tidak Hebat

Karena kita hanyalah teman, banyak rasa yang tak mungkin aku utarakan. Banyak rindu yang tak bisa aku sampaikan. Tapi selalu banyak doa yang aku kirimkan.

Cerita tentangmu selalu menjadi yang paling ku suka, jauh sebelum kau dengannya. Maksudku, aku yang lebih dulu, mengapa dia yang mendapatkanmu?

Kau tahu ada yang lebih perih dari patah hati? Jatuh cinta tapi tak sanggup mengungkapkannya. Sadar bahwa tak bisa memiliki, tapi masih saja menanti. Mencoba pergi tapi hati tetap pada inginnya, tak rela jika berhenti berjuang begitu saja.

Aku tak mau jadi teman saja, aku mau jadi semuanya. Menjadi muara semua cerita. Menjadi rumah ketika kau lelah. Menjadi pendengar keluhmu dengan sabar. Menjadi teman disetiap perjalanan. Dan menjadi wanita yang memberimu bayi-bayi lucu.

Memang, tahun-tahunku bahagia hanya dengan menyimpan namamu dalam-dalam, hingga tak ada celah untuk kau tahu. Dan aku tak mengerti mengapa cinta denganmu bisa se-ikhlas itu.

Cinta memang hebat, aku yang tidak.

***

Kita berproses bersama, lalu prosesmu lebih cepat ternyata. Kau senang, tentu. Akupun ikut bahagia, dan juga takut dalam waktu yang sama. Takut kau menjadi lebih sulit untuk aku gapai.

Disetiap percakapan kita, aku tahu kau hanya bercanda. Tapi aku menanggapi setiap kata itu dengan sepenuh hati, itulah mengapa aku merasa sedih sendiri. Hatiku berharap bisa kau seriusi. Hatiku mendamba bahagia yang kekal abadi. Karena disetiap rotasi Bumi, doaku yang meminta namamu tak akan pernah henti.

Kadang aku terpikir, apakah ternyata kita saling menunggu, hanya saja tak saling tahu? Apa mungkin kita saling cinta, tapi saling memendam pula? Demi apa? Adakah demi pertemanan ini tetap terjaga?

Lantas karena kebodohan yang pengecut ini, haruskah kau berakhir dengannya?

***

Jika nanti kau temukan tulisanku dimana pun itu. Kamu harus tahu, pada setiap cerita yang ada, tercipta karena kau yang memberi rasa.

Sabtu, 20 Oktober 2018

Apa Kita Berbeda?

Jangan berbicara debat denganku, aku akan kalah, aku tahu itu. Berdebat bukanlah keahlianku, apalagi bila itu denganmu. Jangan menambah rusuh atas hubungan yang hampir runtuh, akibat kegagalan memahami hati.

Bila kau rasa aku semakin jauh, mungkin kau bisa intropeksi diri. Aku bukannya membenci, hanya saja tak bisa hidup dalam dengki, membagi-bagi kasta dan hanya bergabung dengan yang ku-maui saja. Tidak seperti itu.

Bukankah hidup lebih nikmat jika kita mau bergaul dengan siapa saja? Tanpa memberi beda kepada mereka. Bagaimana bisa kau tahu kelas mereka, jika kau sendiri tidak tahu kelasmu dimana. Seberapa besar hak mu untuk mengelompokan mereka? Meng-onggok mereka layaknnya daging yang kau beli di pusat belanja. Dan memberi label dengan harga yang berbeda-beda.

Seleksi alam memang meyisakan yang hebat saja, tapi dimata Tuhan kita semua sama.

Mereka itu manusia, bukan se-onggok daging yang tak punya nyawa. Mereka punya hati, yang tak mestinya kau sakiti. Jadi, jangan sampai kita saling benci. Dan Jangan benci aku, karena aku tidak membenci siapapun.


***

Note:

Pagi ketika bangun tidur lalu cek hape, baca chat dari adik ternyata isinya curhat kalo dia punya teman yang suka pilih-pilih kalau berteman. Jadi dia memilih menjauhi temannya yang satu itu, karena tidak mau ikut-ikutan membatasi pertemanan, karena dia ingin berteman dengan siapa saja katanya. Kemudian temannya merasa dijauhi olehnya, dan membuat sajak ditujukan kepadanya yang ditulis pada caption postingan instagram. Adikku mengcapture caption itu dan mengirim kepadaku, katanya, "cak, tolong bikin tulisan untuk balas caption ini dong". Dan jadilah tulisan diatas. Yaaah, semoga cepat selesai masalah pertemanan kalian yaa @asyifaa_a.

Minggu, 14 Oktober 2018

Untuk Tetap Tinggal

Biar rinduku menjadi senyap pada hatimu yang beku. Biar cintaku menjadi abu pada kayu yang terbakar pilu. Agar kamu tahu, bertahanku tak semudah pergimu.

***

Kenangan itu masih ada meski hujan sudah lama reda. Kau berjarak kurang dari tigapuluh senti tepat dikiri. Dan aku, berharap dalam hati, saat itu juga waktu berhenti.

Menjadi bagian dari rencana masa depanmu, mungkin bagiku cuma mimpi. Mimpi tengah hari. Dan jika kamu meminta aku untuk meyakinkanmu, jelas saja itu bukan kuasa ku.
Hatimu kau yang punya, kamu harus bisa yakinkan dirimu sendiri. Karena urusanku adalah meyakinkan hatiku, ketika aku telah yakin untuk memilihmu, dan kamu tidak, Apa aku yang bertanggung jawab meyakinkanmu agar kau juga memilihku? Se-egois itukah kau?

Jangan membuat kekuranganku menjadi alasan untuk kau pergi, karena aku tak pernah menjadikan kekuranganmu sebagai alasan untuk berhenti mencintai. Dan jangan pergi sebab aku tak sanggup memberi alasan mengapa kau harus tetap tinggal.

Aku bukan wanita yang selalu bisa membuat senyummu cerah merekah, tapi percayalah, denganku kau tak akan patah. Karena aku adalah pemaaf yang tak kenal lelah, meski kau adalah pemberi luka yang tak pernah merasa bersalah.

Andai kau memperjuangkanku seperti aku berjuang untukmu, maka saat itu kau harus tahu bahwa kau telah menahanku untuk tak meninggalkanmu. Karena cinta itu melibatkan dua hati, maka aku tak akan biarkan kau berjuang sendiri. Tapi jika berkabar saja sudah membuatmu repot, maka itu sudah cukup membuatku tahu perasaanmu.

Setidaknya kini aku tahu, mana cinta yang pantas dituju dan mana rindu yang hanya menghabiskan waktu.

Selasa, 09 Oktober 2018

Dalam Diam

Hati yang kau buat menjadi luka, akibat salah menanggapi rasa.

***

Aku memilih diam ketika pentas drama ini kau cipta. Aku memilih bungkam ketika berkali-kali kau sakiti. Aku memilih menjadi air, agar reda segala perdebatan hebat, yang membara akibat api keegoisanmu.

Kita ini dua anak manusia yang tadinya saling suka, namun tak pandai menyatukan rasa. Hingga kesalahpahaman yang tak habis, membuat kita saling berlomba. Siapa yang lebih mencintai, siapa yang paling berharap akan hubungan ini.

Hingga tanpa sadar kita telah saling menyakiti, saling pamer bahwa kita sedang baik-baik saja, saling berbalas cerita memperlihatkan bahwa sedang bahagia. Padahal aku tak pernah berniat menjatuhkanmu, ketika cerita bersama temanku terlihat lebih menyenangkan, kau saja yang merasa. Padahal kau juga tak kalah penting bagiku. Kau saja yang tak mau dianggap penting.

Hingga kita saling tak mau kalah atas rasa. Kubilang, kau yang lebih dulu membuka pintu. Kau bilang, aku yang lebih mencintaimu. Kubilang, kau yang lebih dulu memberi tanda. Kau bilang, aku yang mengejar-ngejar cinta. 

Aku tak ingin kita saling memberi luka. Aku tidak seharusnya bertanya sesuatu yang tak ingin aku ketahui. Jadi, bagaimana bisa kau berpura-pura menjadi satu-satunya hati yang tersakiti? Sedangkan kau tahu sendiri akulah yang kau tusuk dengan belati tepat dihati.

Diamku sepertinya tak berarti apa-apa, malah membuatmu lebih leluasa menjadikannya bahan bercanda. Menganggap aku kalah dan menyerah, mengira aku patah dalam resah. Kau salah. Aku hanya tak ingin menambah gaduh, berdebat denganmu bukanlah tujuanku mencintaimu.

Senin, 24 September 2018

Melepas

Hai, Selamat Sore. Hari ini cerah, semoga hatimu juga.

***

Kepada hati yang sering terluka, semoga segera sembuh dan bertumbuh. Kepada hati yang sering tersakiti, semoga segera menemukan penawar dan terobati. Kepada hati yang dipaksa mati sebelum mencoba indahnya rasa yang dibalas tuntas, semoga besok kau temukan bahagiamu. 

Aku memilih pergi dan mengalah bukan karena aku berhenti mencintaimu, tapi semakin aku bertahan, semakin tak aku cintai diriku.

Kau dengan ikhlas aku lepas, kemana pun hatimu ingin melandas. Hatimu sepenuhnya milikmu, hidupmu seutuhnya ditanganmu.

Ternyata aku keliru, pada setiap tanda yang kau buat diceritamu, yang selalu jadi deretan pertama di linimasa-ku. "Kamu" yang menjadi subyek diceritamu, ku kira aku. Bodoh memang. Setelah kebenaran yang kau tunjukan, satu-satunya usaha yang dapat meredam rasa adalah berhenti mengikuti ceritamu, mengubur rasa ingin tahu yang tinggi ini, agar aku tak perlu patah hati lagi, ketika menemukan kenyataan kau lebih bahagia jika bukan dengan aku. Tak apa, biarlah kau dengannya saja. Kita akan sama-sama lihat, siapa yang bertahan lebih lama.

Awalnya, aku ingin mencintaimu dengan utuh tanpa harus terbagi lagi, tapi aku tak mau memberimu penuh jika kau hanya beri aku separuh.

Aku mulai merasa ini menjadi aneh, ketika kita lebih banyak diam bila ditinggal berdua. Aku bukan wanita yang bisa mencairkan suasana, jika hatiku tiba-tiba menerima debar yang tak biasa. Aku bukan wanita yang banyak bercerita, karena aku tak pernah sanggup menatapmu dimata.

Hanya diam, saling menerka, meresapi suara jiwa.

Entah aku yang bertambah dewasa, atau air mataku yang sudah tidak ada. Sekarang, patah hati terasa seperti vitamin yang harus ku minum setiap hari. Tanpanya, hidup malah terasa tak ada warna.

Aku tak ingin menangis karenamu, sebab aku tak tega jika setiap air mataku membuat langkahmu dikutuk semesta.

Selamat berbahagia. . . Semoga aku juga. . .


Minggu, 16 September 2018

Lebih dari Tabah

Selamat malam semesta, kau tahu aku sedang tidak baik-baik saja. Mencoba berlari dari kenyataan yang hatiku tak terima. Mencoba menghilang dari hiruk-pikuknya dunia. Sendiri ini memang sedang aku nikmati, meski sebenarnya akhir pekan ini teman-teman menawariku untuk bertemu agar hilang gundah dihati. Tapi, aku masihlah aku yang dulu, yang suka menyendiri bila hatinya sedang dikecewakan. Untuk teman-temanku yang kusayang, selamat ber-akhir pekan, selamat bersenang-senang. 

***

Dan untukku; duka juga bagian dari hidup, berilah ruang untuknya. Jangan buru-buru lari, nikmatilah dulu patah hati. Ia akan mengajarkanmu banyak hal, hal yang tak kau temukan di pelajaran sekolah manapun. Dan hingga detik ini, aku belajar kuat agar tak selalu jadi bercandaanmu.

Aku seringkali mewanti-wanti hatiku, yang kadang sembarang memupuk rasa. Aku bilang, kalau suka ya cukup suka saja, jangan sampai cinta. Tapi ternyata hatiku membangkang juga, dia sempurna jatuh cinta. Cinta yang dari awal seharusnya memang tak ada, sekarang menggelapkan hari-hariku karena telah salah mencintainya. Dan kini, yang ku sayangkan adalah aku harus mundur sebelum berjuang. Mengapa? Karena cemburu yang tak berkesudahan ini, sedetik saja tak dapat aku redam. Padahal, cinta bertahun-pun sanggup aku sembunyikan.

Aku tidak percaya diri, apalagi denganmu. Sebab, aku hanyalah wanita biasa yang tidak bisa apa-apa kecuali memperjuangkanmu di-sepertiga malamku. Meski kau memperjuangkannya di-sepertiga malammu. Tak apa, biarlah begitu, aku tak masalah, hatiku ini sudah lebih dari tabah, sebab aku diajarkan bahwa apapun yang ku mau dalam hidup, doa jangan pernah putus, jangan pernah henti. Hingga semesta tahu bahwa orang yang paling tidak beruntung ini adalah orang yang paling gigih berjuang.

Selasa, 11 September 2018

AKU YANG SELALU SALAH

Aku tak mengerti ketika kau bilang "enak banget hidup lu". Sungguh kalimat itu membuatku berpikir keras, bagian hidupku yang mana yang kau bilang enak? Atau kau mau merasa jadi aku? Boleh, aku izinkan kau untuk bertukar posisi denganku, jika kau mau. Agar kau tau, bagaimana menjadi aku.
Kemudian lagi, sifat sarkas mu itu, bisakah tidak begitu bila denganku? Kau tahu aku bisa memaafkanmu karena rasa dihatiku benar ada untukmu, bukan hanya sekedar tulisan yang tidak pernah kau baca ini.

Aku tak mengerti cara mendekatkan diri, jadi ajaklah aku bersamamu. Jika duniaku yang hari ini tak kau suka, maka perkenalkan duniamu padaku, barangkali aku bisa suka. Agar kita bisa jalan berdampingan, bergandengan.

Jika aku salah, maka apa yang  benar, ajarilah.
Jika aku keliru, maka beritahulah aku.
Jangan mencari yang baru lalu meninggalkan aku dalam sesat.
Jangan biarkan aku selamanya membatu.

Aku paham bahwa menyatukan dua kehidupan yang berbeda adalah tak mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin. Namun jika kita memilih untuk sama-sama mundur, setidaknya izinkan aku sekali saja untuk terlihat benar dimatamu. Karena aku yang kau anggap selalu salah ini sudah berusaha menjadi baik untukmu.

***

Kemudian...

Terimakasih untuk pengabaian yang kau berikan kepada hati yang sudah rapuh ini, mungkin dari awal kau memang tak pernah ingin memperjuangkan, mungkin dari awal aku memang berjuang sendirian. lalu perhatian yang selama ini kuterima mentah-mentah, tanpa berpikir itu hanyalah harapan kosong yang berakhir dengan aku sebagai yang patah.

Jika kau merasa sehebat itu untuk menjadi orang yang mendampingiku. Jika kau merasa aku serendah itu untuk berjalan bergandengan dengan mu. Aku benci kau.

Kau bohong ketika bilang ada yang memperjuangkanmu lebih dari aku. Buktinya aku selalu melihatmu dengan raut luka ketika berdebat dengannya. Pantaskah aku menenangkanmu saat itu?

Maaf aku harus pergi dan berpindah, dari hati yang menganggap perjuanganku adalah salah. Berbahagialah. Aku pamit. Setelah ini tak ada lagi aku sebagai pengganggu hidupmu.

Kamis, 06 September 2018

KALAH

Seharusnya dari awal aku sadar, bahwa debaran ini aku sendiri yang merasa, bahwa kau punya seseorang yang kau tunggu disana. Bukan aku. Lalu jatuhku terlalu sempurna, hingga patah yang berkeping ini aku rasa biasa saja. Terlalu biasa.

Kita dekat, tapi bukan pada hati. Hanya raga saja.
Aku bergetar setiap kau mendekat, aku gemetar setiap kau tersenyum pada ponselmu. Entah siapa dia, wanita yang kau tunggu, aku iri padanya

Hatiku tidaklah mudah diluluhkan, kau coba saja kalau bisa. Tapi, jika dia sudah memilih untuk jatuh, kau paksa berhenti pun dia tak akan rela.

Setiap kamu yang kau sebut, aku ingin tahu wanita beruntung itu. Sebab aku merasa tak sepenting itu untuk ada di pikiranmu.

Aku butuh tau apa arti aku dihatimu, entah akan membuat hati dan hariku cerah, atau mungkin tambah patah lebih parah. Apapun itu, yang pasti senyumku akan tetap merekah.

Maafkan aku yang sudah berani mencintaimu, rasa tak pantas ada, seringkali menghakimi hati. Maafkan aku membawa-bawa namamu pada setiap doaku. Mungkin kau tak mau, karena kau juga sedang memperjuangkan yang kau tunggu. Sebelum Tuhan meng-iyakan doamu, aku selalu berharap segera dapat meyakinkan Tuhan bahwa jodohmu adalah aku. Maafkan aku.

Aku ingin menjadi tidak peduli seperti yang biasa kau lakukan, tapi tetap saja tidak bisa ketika kau mulai pesan singkat itu. Aku masih saja membalas seperti orang bodoh yang memberi perhatian lebih kepadamu, sedang perhatianku hanya berbalas centang biru darimu, setelah kau terima apa yang kau mau.

Tak mengerti bagaimana cara kerja logikaku, yang selalu saja kalah oleh hati yang tak pernah membalas keras, selalu mengalah. Hatiku yang selalu kalah melawan egomu. Hatimu yang tak pernah percaya bahwa aku telah sempurna jatuh kepadanya. Hatimu yang selalu membatu melawan aku, dan seluruh kamu yang selalu menjadikan aku bercandaanmu.

Kau adalah manusia yang tak pernah kuduga bahwa aku bisa melukis wajahmu dihatiku, meski kau masih saja beranggap aku tak pantas didekatmu, meski kau merasa bisa dapat yang lebih dari aku. Aku tak keberatan dengan itu, semuanya juga sepeti itu, yang lalu-lalu.

Hati yang seperti ini, aku bisa anggap anugerah atau musibah? Selalu hangat, memberi maaf tanpa batas, hingga sering kandas tanpa dibalas. 

Selasa, 04 September 2018

JATUH

Kau adalah orang asing yang takdir pertemukan dengan aku. Aku tak menolak takdir itu, ia terus mengalir sesuai aturannya. Kemudian aku terus mengikuti alirannya, hingga aku sampai pada muara yang membawa hatiku terseret jauh kedalam tajam matamu. Kau adalah sosok yang tak pernah aku bayangkan, bahkan saat pertama bertemu, aku tak pernah berfikir akan terjatuh kepadamu.

Hingga pada saat ini, aku tak mengerti dari mana rasa ini berawal, mugkin karena perlakuanmu yang kadang-kadang membuatku merasa istimewa. Padahal bagimu aku tidaklah se-istimewa itu. Karena ketika ku tersadar, baikmu bukan hanya kepadaku, kepada wanita lain-pun juga begitu. Aku merasa tertipu, bukan oleh mu tapi oleh ekspektasi yang kubuat sendiri.

Maafkan aku karena telah lancang membawa-bawa namamu disetiap doa malamku, disetiap sujud yang aku renungkan, disetiap harapan yang aku semogakan. Mungkin diluar sana ada sebuah nama yang telah lama engkau tunggu, yang mengenalmu lebih dulu dari aku. Berdoalah selalu, untuk siapa dan apa saja yang engkau juga semogakan, karena apa yang engkau semogakan akan selalu aku aamiinkan.

Meski pada akhirnya hatimu tak dapat aku luluhkan, meski bagimu dia adalah wanita yang lebih dari teman. Berjuanglah dalam doa kepada Tuhan, yakinkan Dia bahwa wanita itu benar-benar ditakdirkan untukmu sejak dalam kandungan. Sebelum aku berhasil meyakinkan Tuhan, bahwa untukku-lah kau diciptakan.

Lalu dengan hatiku? Tak usah risau, hatiku terbiasa menerima pengabaian berkali-kali, bahkan lebih dari ini. Bukan aku tak mau berjuang untukmu, sesekali aku juga ingin menjadi pihak yang diperjuangkan. Aku selalu meyakinkan diri bahwa jika kau ingin bersamaku, kau akan lakukan. Maka jika hari ini kau tidak bersamaku, artinya kau sedang tak ingin denganku.

Aku cukup tahu diri untuk tak meminta hatimu dengan paksa, karena aku juga orang yang tak suka dipaksa.  Karena cinta tidaklah harus menjadi egois, karena aku sepenuhnya sadar bahwa hatiku bukannya kau curi, tapi ia dengan sengaja menyerahkan diri.